Rihlah Ilmiyah

Desember 16, 2010 zunlynadia

Saat ini semua santriwati kelas enam di kumpulkan di aula. Disana kami sedang membahas agenda rutin kelas enam yaitu rihlah ilmiyah. Selama enam tahun di pesantren, kami hanya mendapatkan waktu sekali untuk piknik dan jalan-jalan yakni dalam rihlah ilmiyah. Rihlah ilmiyah tidak hanya menjadi ajang jalan-jalan dan merilekskan pikiran di sela-sela berbagai macam ujian dan kegiatan-kegiatan kelas enam lainnya tetapi juga menjadi ajang untuk mencari informasi tentang perguruan tinggi bagi yang ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi setelah lulus dari pesantren. Untuk tahun ini rihlah ilmiyah di bagi menjadi dua daerah, Yogyakarta dan jawa tengah dan jawa timur. Sehingga para santriwati kelas enam di pisah menjadi dua bagian dan hari ini adalah penentuan dimana aku mendapatkan bagian di daerah Yogya jateng seperti yang aku inginkan. Rihlah ilmiyah sendiri berlangsung selama empat hari empat malam.

Beberapa teman-teman yang menjadi panitia rihlah mulai memperlihatkan kesibukannya. Mulai dari mempersiapkan fandel untuk kenang-kenangan bagi lembaga yang akan dikunjungi, membuat spanduk untuk di pasang di bus, hingga mengkonfirmasi tempat-tempat yang akan dikunjungi. Panitia juga menentukan baju-baju apa yang akan kami kenakan di tiap-tiap kunjungan. Kami semua memang harus berseragam setiap harinya, bahkan dalam rihlah ilmiyah. Penyeragaman dalam pakaian memang memudahkan para panitia untuk mengecek anggotanya terutama jika berada di tempat-tempat wisata yang ramai. Bagi orang-orang di luar pesantren yang melihat kami memakai baju seragam lengkap dengan sepatu dan atribut pesantren berada di pusat-pusat perbelanjaan atau tempat wisata mungkin akan merasa lucu dan udik. Tapi bagi kami para santriwati, kami tetap merasa percaya diri dengan penyeragaman ini karena memang kami terbiasa dengan seragam dimanapun berada selama masih berstatus santriwati.

Ada beberapa baju seragam yang akan kami pakai selama rihlah, baju seragam kelas enam, baju batik, beberapa baju jas seragam konsulat. Setiap hari selama rihlah kami memakai baju seragam kecuali pada saat tidur. Semua seragam yang akan dipakai sudah aku persiapkan jauh-jauh hari. Meski tanpa disetrika tetapi semua tampak rapi. Semua santriwati di pesantren ini memang tidak pernah ada budaya menyetrika baju. Selain tidak mungkin ada waktu untuk itu, kami juga dilarang membawa alat-alat listrik apapun itu, mulai dari setrika, radio dan lain sebagainya. Meskipun demikian kami punya strategi tersendiri untuk mengatasi agar baju-baju tidak terlihat kusut, yakni dengan cara segera melipat yang rapi dan tanpa menunggu lebih lama lagi setelah diambil dari jemuran, kalau perlu ditumbuk di bawah bantal beberapa jam sebelum di masukkan kedalam lemari.

Hari yang dinantipun tiba. Ada empat bus yang disiapkan untuk memberangkatkan para santriwati yang akan rihlah. Dua bus untuk ke jawa timur dan dua bus untuk yogya dan jawa tengah. Kami berangkat pada malam hari, sehingga sampai di tempat tujuan pada pagi harinya. Tidak lupa akupun membawa bantal karena selama empat hari akan berada lebih banyak tidur di dalam bus.

Pagi hari kami telah sampai di salah satu masjid besar di Ungaran kota Semarang. Disini kami akan beristirahat hingga dua hari. Di masjid tersebut ada ruangan yang cukup besar yang kami pergunakan sebagai kamar dengan beralaskan karpet. Setelah istirahat sebentar dan makan pagi, kamipun bersiap-siap untuk mengawali rihlah ke salah satu universitas di Semarang yakni di universitas diponegoro. Rihlah memang tidak hanya sekedar jalan-jalan ke tempat-tempat wisata tetapi juga mempersiapkan para santriwati yang akan meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi. Sampai di universitas diponegoro, kami diajak untuk melihat seputar kampus sebelum akhirnya dibawa ke ruangan yang telah disediakan untuk mendapatkan berbagai informasi tentang kampus. Selain itu kami juga diberi kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi tentang berbagai macam hal terkait dengan perkuliahan mulai tentang jurusan, beasiswa dan lain sebagainya.

Selesai kunjungan dari universitas diponegoro, rombongan kamipun menuju ke sebuah pabrik coca cola. Disana kami diajak untuk mengetahui proses pembuatan coca cola hingga proses pengemasan dan siap diedarkan kepada konsumen. Sebuah pengetahuan yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya. Di akhir kujungan dari pabrik coca cola, ada doorprize yang di adakan oleh pihak pabrik dengan berbagai hadiah kecil yang menarik seperti kaos pendek, tas, serta bingkisan-bingkisan lainnya. Untuk acara yang satu ini, aku memang tidak berbakat untuk dapat hadiah. Setiap ada doorprize, undian dan sejenisnya sudah dapat dipastikan aku tidak akan pernah beruntung. Selesai doorprize kamipun pulang dengan tidak lupa membawa bingkisan yang diberikan, yang tidak lain isinya adalah minuman kemasan yang dihasilkan dari pabrik tersebut.

Selain mengunjungi pabrik coca cola, kami juga mengunjungi pabrik jamu yang sangat terkenal di kota Semarang. Di salah satu pabrik jamu tradisional tersebut kami juga melihat berbagai proses pembuatan jamu mulai dari bahan baku hingga jamu yang telah diolah dengan baik dalam kemasan. Kami juga dipersilahkan untuk merasakan berbagai produk jamu, ada jamu galian singset, ada jamu sehat, jamu untuk keputihan dan lain sebagainya. Setelah berkeliling di pabrik jamu, kami dibawa ke sebuah museum yang letaknya bersebelahan dengan pabrik jamu. Museum Rekor Indonesia (MURI) yang saat ini tengah menjadi trend bagi pihak-pihak tertentu yang menginginkan untuk diabadikan dalam sebuah rekor di Indonesia. Museum ini memang cukup unik karena mendokumentasikan hal-hal yang unik yang terjadi di Indonesia, mulai dari rambut terpanjang, orang tertinggi, orang terpendek, orang dengan anak terbanyak se indonesia, dan lain sebagainya. Semuanya ada di museum ini. Museum ini didirikan karena selama ini memang belum ada pihak-pihak yang mendokumentasikan beri peristiwa dan kejadian unik di Indonesia. Setelah puas berjalan-jalan hari itu kami pun kembali ke tempat peristirahatan untuk kembali beraktifitas keesokan harinya.

Selain mengunjungi kampus dan pabrik yang ada di kota Semarang, kami juga di ajak mengelilingi Semarang kota lama yang merupakan kota peninggalan Balanda dengan gedung-gedung yang tampak kokoh dan berarsitektur khas eropa. Sayang gedung-gedung tersebut sudah tidak dipergunakan lagi tidak terawat, sehingga banyak dimanfaatkan oleh para pemulung dan para tuna wisma sebagai tempat tinggal.

Dua hari berada di kota Semarang, kamipun melanjutkan perjalanan menuju kota pendidikan Yogyakarta. Perjalanan dari Semarang menuju ke Yogyakarta memakan waktu sekitar tiga jam. Sebelum memasuki kota Yogyakarta, kami singgah terlebih dahulu di kota Magelang. Di kota Magelang kami diajak mengunjungi candi Borobudur yang merupakan candi terbesar umat Budha di dunia. Candi yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia karena pernah masuk dalam salah satu daftar tujuh keajaiban dunia.

Aku dan teman-temanpun melewati pelataran candi yang cukup luas. Setelah itu baru memasuki area candi yang besar. Menaiki anak tangga yang sangat banyak dan membuat kami lelah, apalagi dengan pakaian seragam yang kami kenakan yang berupa baju jas dan rok panjang lengkap dengan sepatu resmi, memang sedikit menyusahkan dan membuat berat langkah kaki yang harus melangkah menaiki anak tangga hingga puncak candi. Tapi hal ini tidak membuatku menyerah untuk melangkah hingga puncak. Karena belum tentu suatu saat aku bisa mengunjungi candi ini. Kelelahan menaiki anak tangga terbayar ketika kami bisa melihat pemandangan yang sangat indah dari puncak candi. Daerah disekitar candi terlihat cantik, sawah yang menghijau, bukit-bukit yang menjulang serta lampu berwarna-warni kota Magelang yang mulai dinyalakan dan terlihat seperti titik-titik cahaya yang memancar. Ya rombongan kami memang masuk ke kota Magelang ketika hari sudah sore, kami merupakan rombongan wisata terakhir yang diperbolehkan masuk area candi karena tidak lama lagi akan segera ditutup. sampai di puncak candi, hari memang sudah senja, langit sore mulai berubah gelap sedikit demi sedikit, warna merah jingga mulai nampak karpet yang terhampar di atas langit. Menikmati suasana menjelang senja dari atas puncak candi memang luar biasa indah.

Setelah sang waktu semakin terlihat senja dan kamipun puas mengitari bagian-bagian candi sambil berfoto-foto untuk mengabadikan kenangan, kamipun harus turun untuk meninggalkan puncak candi borobudur menuju ke pondok pesantren Pabelan Magelang.

Di pondok pesantren modern Pabelan Magelang kami akan menginap malam harinya. Sampai di ponpes Pabelan tersebut, kamipun segera dipersilahkan masuk ke kamar para santriwati yang memang disediakan untuk kami beristirahat. Setelah mandi dan makan malam, kamipun bersiap memakai baju resmi untuk mengadakan pertemuan dengan para pengasuh, santriwati dan pengurus osis. Disana kami berdiskusi dan saling sharing tentang berbagai hal terkait tentang pesantren, mulai dari aktifitas organisasi, kegiatan belajar mengajar hingga kegiatan sehari-hari para santri. Pondok pesantren Pabelan memang cukup unik dan berbeda dengan pesantren kami. Ponpes Pabelan terdiri dari santri putra dan putri, dimana asrama untuk santri dan santriwati di pisahkan oleh dapur. Suatu hal yang tentu saja berbeda dengan pesantren kami yang khusus putri. Disana para santriwati tidak hanya diajarkan untuk belajar dan berorganisasi tetapi para santriwati juga diajarkan untuk beternak ikan dengan memanfaatkan lahan-lahan disekitar pesantren. Tidak heran jika di depan kamar para santriwati terdapat kolam yang berisi berbagai ikan air tawar, mulai dari ikan lele, bawal, nila dan lain sebagainya. Sehingga kebutuhan makan para santriwati bisa di suplai dari ikan-ikan hasil peternakan sendiri. Makan malam dan makan pagi kami di ponpes Pabelan ini juga dengan menggunakan lauk ikan lele dan bawal. Menu yang biasanya hanya bisa kami rasakan seminggu sekali di pesantren.

Pagi harinya, aku bersama beberapa teman dari santriwati pondok pesantren Pabelan berjalan-jalan mengelilingi pesantren sambil menikmati udara segar. Udara yang sangat sejuk ini karena pondok pesantren Pabelan berada di bawah kaki gunung merapi membuat kami betah berada di pesantren tersebut. Kami saling bercerita dan berbagi pengalaman tentang segala macam hal. Memang sangat mengasyikkan, karena kami tidak hanya melihat tapi juga merasakan pengalaman baru yang berbeda di pesantren dan tentunya satu lagi kami juga punya banyak teman-teman baru disini. Sayang..keindahan, kesejukan ponpes serta keramaham orang-orang di dalamnya kami rasakan hanya sebentar, karena tidak lama setelah itu kami harus kembali berkemas dan melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. Setelah berpamitan kamipun kembali menaiki bus-bus yang akan membawa kami ke Yogyakarta.

Sebelum berangkat menuju Yogyakarta, tidak lupa kami berhenti sebentar di sebuah toko oleh-oleh khas Magelang. Disana teman-teman segera menyerbu beragam makanan khas kota Magelang. Aku sendiri hanya turun melihat-lihat karena aku harus berhati-hati mengeluarkan uang, karena uang saku yang kubawa tidak seberapa, apalagi masih satu hari lagi perjalanan yang di tempuh.

Sampai di Yogyakarta, kami langsung menuju kampus UII (Universitas Islam Indonesia). Di kampus yang cukup elit dan terkenal ini, kami memasuki hall ber-AC yang dingin. Seperti kunjungan kami ke kampus sebelumnya di Semarang, di kampus UII, kami disambut langsung oleh dekan fakultas agama Islam dan diberikan berbagai informasi terkait dengan fakultas agama Islam berikut jurusan-jurusan yang ada di dalamnya, serta berbagai program yang tersedia. Selesai acara tersebut, kami diajak berkeliling di kampus UII yang megah, kami juga di ajak ke ruang senat mahasiswa serta di ajak langsung untuk melihat aktifitas mahasiswa. Rasanya aku sudah tidak sabar lagi merasakan pengalaman sebagai mahasiswa. Puas berkeliling di kampus UII, kamipun kembali melanjutkan perjalanan dan perjalanan kali ini adalah menuju ke sekolah Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta.

Sekolah Muallimat Muhammdiyah Yogyakarta adalah sekolah dengan sistem asrama yang didirikan oleh kyai Ahmad Dahlan, pendiri ormas terbesar Muhammadiyah. Meski sekolah ini berada di salah satu gang sempit di pusat kota Yogyakarta, tetapi murid-murid yang ada berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Pada masanya, sekolah muallimat memang satu-satunya sekolah khusus putri Islam yang cukup terkenal di Indonesia dan tetap bertahan hingga saat ini. Sekolah muallimat ini memang mempunyai hubungan khusus dengan pesantren kami karena ibu pengasuh pesantren kami adalah alumni dari sekolah muallimat ini. Sehingga kunjungan kami ke sekolah ini tidak hanya sekedar untuk studi banding tetapi juga sebagai ajang temu kangen bagi ibu pengasuh pesantren dengan almamaternya dan hampir setiap tahun akan selalu ada kunjungan dari pesantren kami ke madrasah muallimat begitu juga sebaliknya.

Setelah beberapa saat di madrasah ini, kamipun segera melanjutkan perjalanan ke pantai  parang tritis. Senangnya melihat laut yang membiru, lautan pasir yang dikenal dengan nama gumuk pasir terhampar di depan mata laksana berada di sebuah gurun. Tanpa menunggu lebih lama lagi, akupun langsung menjejakkan kaki di pinggiran pantau untuk merasakan datangnya gelombang laut yang datang dengan dahsyatnya. Aku tidak peduli dengan sebagian celana panjang yang sudah basah tersapu ombak, semuanya terasa menyenangkan sehingga tanpa sadar aku menjerit dengan kencang untuk melonggarkan sendi-sendi otot dalam tubuh dan melupakan segala kepenatan yang mendera. Aku betul-betul  merasa segar meski badan terasa capek. Rasanya berada di pinggir pantai membuatku betah sehingga enggan untuk kembali ketika waktu telah mengharuskanku untuk meninggalkan pinggir pantai.

Akhirnya aku harus meninggalkan pantai ini sambil berjanji dalam hati suatu saat aku akan kembali kesini. Perjalanan rihlah ini dilanjutkan kembali untuk kemudian berhenti di suatu tempat yang bernama malioboro. Aku sering mendengar nama itu, tapi aku sendiri belum pernah menjejakkan kaki kesana. Ternyata malioboro adalah sebuah pusat perbelanjaan yang di sebagian besar dipenuhi dengan pedagang batik. Dengan uang yang tersisa, akupun membeli satu baju batik dan celana untuk kenang-kenangan bahwa aku pernah kesini.

Setelah satu baju telah aku dapatkan, aku segera kembali ke tempat parkiran bus, karena aku tidak ingin berlama-lama berada di pusat perbelanjaan, karena aku tidak mungkin bisa belanja lebih banyak lagi. Tidak lupa akupun membeli satu kotak bakpia sebagai oleh-oleh.

Sambil menunggu teman-teman yang lain akupun duduk-duduk sambil merasakan minuman jahe yang bernama wedang ronde yang rasanya tidak jauh beda dengan minuman yang biasa aku beli ketika waktu aku masih kecil yang bernama “cemoe”. Tak terasa jam sudah menunjukkan jam 7 malam, teman-teman sudah banyak yang berkumpul di area parkir bis. Aku lihat teman-teman banyak yang menenteng belanjaan yang cukup banyak, tidak hanya baju batik dan kaos dagadu tetapi juga berbagai macam makanan khas Jogja mulai dari yangko, bakpia dan buah salak. Rupanya mereka sangat terkesan dengan harga-harga barang yang bagi kantong mereka sangat murah. Setelah panitia mengabsen kedatangan teman-teman, kamipun segera naek bus untuk segera kembali ke pesantren tercinta.

Satu hal yang membuatku terkesan yakni suasana Jogja memang telah membuatku jatuh cinta, aku merasa berada dalam lingkungan yang hangat dan enak untuk melanjutkan mimpi-mimpiku melalui sekolah. Ya…aku akan meneruskan kuliah di kota ini, bagaimanapun caranya, batinku dalam hati. Tunggu aku Jogja……….tidak lama lagi aku akan segera kembali.

Perjalanan dari kota gudeg Jogja menuju ke kota Ponorogo memakan waktu hingga kurang lebih enam jam, sehingga sampai di pesantren pada tengah malam. Sesampai di pesantren, kami sudah mendapati teman-teman yang rihlah di kota-kota sekitar Jawa Timur telah datang terlebih dahulu. Setelah mengemasi barang-barang dari bis, akupun segera menuju kamar untuk beristirahat.

Keesokan harinya, aktifitas sehari-hari sebagai santriwati tetap berjalan seperti biasanya. Rasa pegal dan capek di seluruh tubuh sepulang rihlah selama empat hari masih terasa. Kini saatnya kami semua disibukkan untuk membuat laporan hasil rihlah selama ini. Selama rihlah kami memang tidak sekedar jalan-jalan dan bersenang-senang, tetapi kami juga harus mencatat segala aktifitas rihlah hingga hal-hal baru yang kami perolah selama perjalanan dalam sebuah laporan khusus rihlah. Laporan ini dibuat secara individu dan menjadi kewajiban bagi kami semua tanpa terkecuali. Meski tidak banyak mencatat, aku membuat laporan melalui ingatan, aku tidak peduli apakah laporan rihlah ini akan mempengaruhi penilaian kami kelak. Tiga hari waktu yang aku perlukan untuk mengerjakan laporan rihlah, karena harus ditulis secara manual alias dengan tulis tangan. Cukup melelahkan memang menulis tangan dengan rapi diatas kertas folio, tapi alhamdulillah semuanya bisa selesai sesuai dengan deadline yang telah ditentukan. Kini saatnya aku mengumpulkan hasil laporanku ke ustadzah pembimbing kelas enam.

Entry Filed under: diary pesantren

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to comments via RSS Feed

Laman

Kategori

Kalender

Desember 2010
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031  

Most Recent Posts